MAKKIYAH DAN MADANIYAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaanya. Demikian juga umat islam amat memperhatikan keleestarian risalah Muhammad bukan sekedar risalah ilmu dan pembeharuaan yang hanya diperhatikan sepanjang diterima akal dan mendapat respon manusia. Tetapi, diatas itu semua ia agama yang melekat pada akal dan terpateri dalam hati. Oleh sebab itu kita dapati para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya meneliti dengan cermat tempat turunya Qur’an ayat demi ayat, baik dalam hal waktu ataupun tempatnya.
Penelitian ini merupakan pilar kuat dalam sejarah perundang-undangan yang menjadi landasan bagi para peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan pentahapan dalam penetapan hukum dan perintah.
Orang yang membaca al-Qur’anul karim akan melihat bahwa ayat-ayat makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniah, baik dalam irama maupun maknanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Makkiyah dan Madaniyah ?
2.      Apa sajakah ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah ?
3.      Apa sajakah teori penentuan Makkiyah dan Madaniyah ?
4.      Apakah manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah ?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Makkiyah dan Madaniyah
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah
3.      Untuk mengetahui teori penentuan Makkiyah dan Madaniyah
4.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah



BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH

A.    Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
"Menurut Syaih Sayyid Alawi Bin Sayyid Abbas Al-Maliki dalam bukunya Faidzul Khobir  Wa Kholasotu  At-taqrin".
مَكِيَّةُ: مَانَزَلَ قَبْلَ الهِجْرَةِ وَإِنْ نَزَلَ بِغَيْرِ مَكَّةَ
مَدَنِيًّةُ: مَانَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَإِنْ نَزَلَ بِغَيْرِالمَدِيْنَةِ
Makkiyah adalah ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah, sekalipun turun diselain kota Makkah. Dan Madaniyah adalah ayat atau surat yang turun setelah hijrah, sekalipun turun dikota Madinah.[1]
“Menurut Syaih Hisam Bin  Uruwah”
Setiap surat yang menyebutkan ummat-ummat terdahulu itu disebut makkiyah. Dan Setiap surat yang menyebut batasan-batasan atau undang-undang dan kewajiban-kewajiban itu disebut surat madaniyah.
“Menurut Amiruddin”
Makkiyah ialah masa-masa ayat yang turun ketika Nabi Muhammad SAW masih bermukim di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, persisnya sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai permulaan Rabi’ul Awal 54 dari kelahiran Nabi Muhammad. Dan Madaniyah adalah masa ayat-ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah ke madinah, yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, persisnya dari permulaan Rabi’ul Awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9 dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi Muhammad atau 10 hijriyah.[2]
Para ulama berbeda pendapat tentang makkiyah dan madaniyyah, dan dalam hal ini terbagi atas tiga pendapat, sebagai berikut :
Pertama, pendapat paling mashur, surah makkiyah yaitu wahyu yang turun sebelum nabi Muhammad saw hijrah, sedangkan surah madaniyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah nabi Muhammad saw. Pada tahun fathul makkah atau tahun “haji wada”, ketika Nabi sedang berada dikediaman atau sedang bepergian. Ini adalah pendapat paling shahih dalam pengertian keduanya.
Kedua, Makkiyah yaitu wahyu yang turun di makkah al mukarromah walaupun setelah hijrah, sedangkan madaniyyah yaitu  wahyu yang turun di madinah al-munawaroh.
Ketiga, Makkiyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk makkah al mukaromah, sedangkan madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk madinah al- munawwaroh.[3]
B.     Ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah
1.      Ciri-ciri Makkiyah
Ada beberapa ciri khas yang bersifat qath’I ( analogi ) bagi surat Makkiyah[4], antara lain sebagai berikut :
a.       Didalamnya terdapat ayat sajdah[5],tetapi versi lain menyebutkan bahwa ada perkecualian, yakni untuk surat Maryam ; 98, Ar-Ra’d : 15, dan Al-Hajj : 18 dan 77[6].
b.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “Kalla”, Kalimat “kalla” disebut 33 kali dalam 15 surat, semuanya dalam separuh terakhir al-Qur’an[7].
c.       Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam surat Aal-Hajj : 22, karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”.
d.      Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para Nabi dan Umat-umat terdahulu
e.       Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah : 2
f.       Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah : 2 dan Ali ‘Imran : 3[8] .
g.      Mayoritas mengandung seruan tauhid, pokok-pokok keimanan kepada Allah Swt. Hari kiamat, penggambaran keadaan surga dan neraka, soal adzab, pahala dan nikmat, kebaikan dan kejahatan[9].
Ada 5 ciri khas lagi bagi surat Makkiyah,tetapi hanya bersifat aghlabi ( tematis ), artinya pada umumnya ciri tersebut menunjukkan Makkiyah, yaitu :
a.       Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang hari kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok-kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional dan naqli.
b.      Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap krimininalitas-kriminalitas yang dilakukan oleh kelompok musyrikin, mengonsumsi harta anak yatim secara dzalim serta uraian tentang hak-hak.
c.       Menuturkan kisah para Nabi umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin
d.      Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras
e.       Banyak mengandung kata-kata sumpah[10].
2.      Ciri-ciri Madaniyah
Ada beberapa ciri khas yang bersifat qath’I ( analogi ) bagi surat Madaniyah, antara lain sebagai berikut :
a.       Mengandung ketentuan-ketentuan faraid (Contohnya: surah Al-Baqarah, An-Nisa’ dan Al-Maidah)[11] dan hudud pidana (contohnya: surah Al-Baqarah, An-Nisa’, Al-Maidah dsb).
b.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut : 29
c.       Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitabin[12]
Dan beberapa ciri khas yang bersifat Aghlabi ( tematis ), antara lain sebagai berikut :
a.       Menjelaskan permasalahan ibadah, mu’amalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pmbentukan hukum syara’.
b.      Mengkhitabi ahli kitab Yahudi dan Nashrani dan mengajaknya masuk islam, juga menguraikan perbuatan mereka yang telah menyimpangkan Kitab Allah dan menjauhi kebenaran, serta perselisihannya setelah datang kebenaran.
c.       Mengungkap langkah-langkah orang munafik
d.      Surat dan sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang dan menggunakan ushlub yang terang pula[13].
e.       Diawali denga “ya ayyuhal ladziina amanuu[14](Moh. Abdul Adzim, 2002: 205)
Ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki Madaniyah ini, baik dilihat dari perspektif analogi maupun tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam dalam mensyari’atkan peratura-peraturannya, yaitu dengan cara periodik[15].
*               Dan dibawah ini ada dua metode atau cara untuk mengetahui apakah ayat atau surat itu makkiyah atau madaniyah, antara lain sebagai berikut :
1.        Pendekatan Transmisi (Periwayatan) / Sima’i Naqli
Disini para sarjana muslim merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabi’in yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an, termasuk didalamnya adalah informasi kronologis Al-Qur’an.
Dalam kitab Al-Intishar, Abu Bakar bin Al-Baqilani menjelaskan sebagai berikut : “Pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyyah hanya bias dilacak pada otoritas sahabat dan tabi’in saja. Ijtihadiinformasi itu tidak ada yang datang dari Rasulullah karena memang ilmunya tentang itu bukan merupakan kewajiban umat[16].
Otoritas para sahabat dan para tabi’in dalam mengetahui informasi kronologi Al-Qur’an dapat dilihat dari statemen-stetemennya. Dalam satu riwayat Al-Bukhari, Ibn Mas’ud berkata :

وَالَّذِي لَا إِلهَ غَيْرُهُ مَا نَزَلتْ أيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللهِ إِلَّا وَأَنَا أَعْلَمُ فِيْمَنْ نَزَلَتْ وَأَيْنَ نَزَلَتْ.
وَلَوْ أَعْلَمُ مَكَانَ أَحَدٍ أَعْلَمَ بِكِتَابِ اللهِ مِنِّى تَنَالُهُ المَطَايَا لَأَتَيْتُهُ 
Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain-Nya, tidak ada satupun dari kitab Allah yang turun, kecuali aku tahu untuk siapa dan dimana diturunkan. Seandainya aku tahu tempat orang yang lebih paham dariku tentang kitab Alllah, pasti aku akan menjumpainya[17].
Diantara contoh ayat Makkiyah dan Madaniyah yang diketahui lewat para sahabat adalah firman Allah SWT (Q.S. Al Anfal: 64).
Al Bazzar telah meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a bahwa ayat tersebut diturunkan pada saat Umar bin Khattab masuk Islam. Sudah diketahui bahwa umar masuk Islam di Mekkah, maka ayat tersebut adalah ayat Makkiyah[18].
2.      Pendekatan Analogi / Qiyasi Ijtihadi
Pendekatan ini didasarkan pada cirri-ciri makkiyah dan madaniyah, Yaitu dengan mendasarkan pada kekhususan surah makkiyah dan kekhususan surah madaniyah. Contohnya: apabila ayat itu dimulai dengan yaa ayyuhannaas, maka ini diqiyas ijtihad yang sehingga dapat dikatakan semua surah yang memuat kalimat tersebut dan yang memuat kisah para nabi dan umat-umat dahulu adalah makkiyah[19].
Atau bias diartikan juga sebagai berikut : apabila dalam surah Makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani atau mengandung peristiwa Madani, maka dikatakan bahwa ayat tersebut Madani[20]. Dan apabila dalam surah Madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat makki atau mengandung peristiwa Makki, maka ayat tersebut disebut ayat Makki[21]. Bila dalam satu surah terdapat cirri-ciri Makki maka surah tersebut disebut surah Makki dan apabila dalam satu surah terdapat cirri-ciri Madani maka surah tersebut disebut surah Madani.
Dengan menamakan sebuah surah itu Makiah atau Madaniah tidak berarti bahwa surah tersebut seluruhnya Makiah atau Madaniyah, sebab dalam surah Maddaniah terdapat ayat-ayat Makkiah. Dengan demikian penamaan surah Makkiah atau Madaniah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung didalamnya. Terdapat pula ayat yang diturunkan di makkah tetapi hukumnya Madani[22], dan ayat yang diturunkan di Madinah tetapi hukumnya Makki[23].
C.    Teori penentuan Makkiyah dan Madaniyah
Dalam mendefinisikan atau memberikan kriteria bagian mana yang termasuk Makkiyah dan Madaniyah itu, ada beberapa teori yang berbeda-beda karena perbedaan orientasi yang menjadi dasar tujuan masing-masing, sedikitnya ada empat teori dalam menentukan kriteria untuk memisahkan mana bagian Al-Qur’an yang termasuk Makki (ayat makiyah) dan Madani (ayat madaniyah), diantaranya:
1.    Teori  مُلَاحَظَةُ مَكَانِ النُّزُوْلِ(Teori Geografis)
Yaitu teori yang berorientasi pada tempat turunya al-Qur’an / tempat turunnya ayat.
·      Surah Makiyah (Makki)
Ialah yang turun di Makkah dan sekitarnya, baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad Saw belum hijrah ke Madinah ataupun sesudah hijrah dan termasuk ayat-ayat yang turun kepada Nabi Muhammad Saw ketika beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan sebagainya.
·      Surah Madaniyah (Madani)
Ialah yang turun di Madinah dan sekitarnya, termasuk surah yang turun kepada Nabi Muhammad SAW sewaktu beliau di Badar, Quba, Madinah, Uhud dan lain-lain.
Dalil dari teori geografis ini ialah riwayat Abu Amr dan Ustman bin Said Ad-Darimi.
مَا نَزَلَ بِمَكَّةَ وَمَا نَزَلَ فِي طَرِيْقِ إِلَي الْمَدِيْنَةِ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
 وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَهُوَ مِنَ المَكِى, وَمَا نَزَلَ عَلَى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فيِ اِسْفَارِهِ بَعْدَ مَا قَدَّمَ
الْمَدِيْنَةَ فَهُوَ مِنَ الْمَدَنِي.
Artinya : “Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah dan yang diturunkan dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum Nabi Muhammad Saw sampai ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan-perjalanan beliau setelah tiba di Madinah adalah termasuk Madani.”
Ø Kelebihan dari teori ini adalah hasil rumusan pengertian Makki dan Madani jelas dan tegas.
Ø Kelemahan dari teori ini adalah rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan atau definisi, sebab rumusannya itu belum bisa mancakup seluruh ayat al-Qur’an, karena tidak seluruh ayat al-Qur’an itu hanya turun di Mekkah dan sekitarnya atau di Madinah dan sekitarnya.

2.    Teori مُلَاحَظَةُ المُخَاطَبِيْنَ فِى النُّزُوْلِ  (Teori Subjektif)
 Yaitu teori yang berorientasi pada subyek siapa yang di hithab/dipanggil dalam ayat.
·      Surah Makiyah (Makki)
Ialah yang berisi panggilan kepada penduduk Mekkah dengan memakai kata-kata: “yaa ayyuhan naasu” atau “yaa ayyuhl kaafiruuna” dsb. Sebab mayoritas penduduk Makkah adalah kafir.
·      Surah Madaniyah (Madani)
Ialah yang berisi panggilan kepada penduduk Madinah, semua ayat yang di mulai dengan panggilan: “Yaa ayyuhal ladzina Aaamanuu”, sebab mayoritas penduduk Madinah adalah Mukmin.
Dalil riwayat Abu ‘Amr dan Utsman bin Sa’id Ad Darimi.
مَا كَانَ مِنَ القُرْانِ مُقَدِّمًا بِ "يَاأيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوا" فَهُوَ مَدَنِى وَمَا كَانَ بِ "يَاأَيُّهَا النَّاسُ"
فَهُوَ مَكِى
Artinya: “Dan bagian dari Al-Qur’an yang dimulai dengan: “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu” adalah madani, dan yang dimulai dengan: “Ya ayyuhan naasu” adalah makki."
Ø  Kelebihan dari teori ini adalah rumusannya lebih mudah dimengerti, sebab dengan memakai kriteria khithab lebih tampak dan lebih cepat di kenal.
Ø  Kelemahannya dari teori ini adalah rumusan pengertiannya tidak dapat di jadikan batasan / defines, karena tidak bisa mencakup seluruh ayat Al-Qur’an. Dan rumusan kriterianya juga tidak adapat berlaku secara menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan "Yaa ayyuhan Naasu”  itu pasti Makiyah, dan seluruh ayat yang dimulai “Yaa ayyuhal ladziina Aamanu” itu tentu madaniyah. Karena itu, teori ini tidak mudah di pegang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3.    Teori مُلَاحَظَةُ زَمَانِ النُّزُوْلِ  (Teori Historis)
 Yaitu teori yang berorientasi pada sejarah waktu turunnya al-Qur’an, yang dijadikan tonggak. Sejarah oleh teori ini ialah hijrah Nabi Muhammad SAW, dari Makkah ke Madinah.
·      Surah Makkiyah (Makki)
Ialah ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan sebelum hijrah Nabi ke Madinah, meski turunnya ayat itu di luar kota Mekkah, seperti yang turun di Mina, Arafah.
·      Surah Madaniyah (Madani)
Ialah ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan setelah hijrah Nabi ke Madinah, meski turunnya di Mekkah atau sekitarnya, seperti yang turun di Badar, Uhud, Arafah, Makkah.
Dalil riwayat Abu ‘Amr dan Ustman bin Said Ad – Darimi:
مَا نَزَلَ بِمَكَّةَ وَمَا نَزَلَ فِي طَرِيْقِ إِلَي الْمَدِيْنَةِ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 المَدِيْنَةَ فَهُوَ مِنَ المَكِى, وَمَا نَزَلَ عَلَى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فيِ اِسْفَارِهِ بَعْدَ مَا قَدَّمَ الْمَدِيْنَةَ
فَهُوَ مِنَ الْمَدَنِي.
Artinya: “Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah dan yang di turunkan dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum nabi Muhammad Saw, sampai ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dalam perjalanan-perjalanan Belaiau setelah tiba di Madinah adalah termasuk Madani.”
Ø Kelebihan dari teori ini, dinilai para ulama sebagai teori yang benar, baik dan selamat. Sebab, rumusan teori ini mencakup keseluruhan ayat al-Qur’an, sehingga dapat di jadikan batasan / definisi.
Ø Kelemahannya yakni, sering kali mengakibatkan kejanggalan-kejanggalan. Sebab, beberapa ayat al-Qur’an yang nyata-nyata turun di Makkah, tetapi hanya karena turunnya itu setelah hijrah, lalu tetap di anggap madaniyah.
Contoh :
اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِيْنًا (المائدة: 3)
Ayat ini turun waktu Nabi wukuf di Arafah yang hanya 25 km dari Makkah.
4.    Teori  مُلاَحَظَةُ مَا تَظَمَّنَتِ السُّوْرَةُ (Teori Content Analysis)
Yaitu suatu teori yang mendasarkan kriterianya dalam membedakan Makkiyah dan Madaninyah kepada isi daripada ayat/surah yang bersangkutan.
·      Surah Makkiyah (Makki)
Ialah surah / ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul terdahulu.
·      Surah Madaniyah (Madani)
Surah / ayat yang berisi yang berisi hukum-hukum hudud, faraid, dsb.
Dalil riwayat Hisyam dari ayahnya (Al-Hakim)
كُلُّ سُوْرَةٍ ذُكِرَتْ فِيْهَا الْحُدُوْدُ وَالفَرَائِضُ فَهِيَ مَدَنِيَّةُ وَكُلُّ مَا كَانَ فِيْهِ ذُكِرَ الْقُرُوْنُ
 المَاضِيَةُ فَهِيَ مَكِيَّةُ
Artinya: “Setiap surah yang didalam di sebutkan hukum-hukum faraid adalah Madaniyah, dan setiap surah yang di dalamnya di sebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah Makkiyah.”
Ø Kelebihan teori ini adalah bawah kriterianya jelas, sehingga mudah difahami, sebab gampang dilihat orang.
Ø Kelemahannya adalah pelaksanaan pembedaan makiyah dan madaniyah ini tidak praktis sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat dahulu, baru bisa mengetahui kriterianya / kategorinya[24].
5.      Manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah adalah sebagai berikut :
·            Membantu dalam menafsirkan All-Qur’an
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan mengetahui kronologis Al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan konsep nasikh-mansukh yang hanya bias diketahui melalui kronologi Al-Qur’an.
·            Pedoman Bagi langkah-langkah dakwah
Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya.
·            Memberi informasi tentang sirah kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekkah atau di Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu, informasinya tidak bias diragukan lagi[25].
·            Meningkatkan keyakinan terhadap keaslian al-Quran
·            Mengetahui uslub-uslub (bentuk bahasa) al-Qur’an, kalau makiyah ushlubnya singkat-singkat, sedangkan madaniyah ushlubnya panjang-lebar.
·         Meningkatkan keyakinan terhadap keaslian al-Quran[26]
·            Mengetahui sejarah periwayatan hukum Islam (tarikhul tasyri’) yang begitu bijaksana dalam menetapkan perkara-perkara; mengetahui hikmah disyari’atkan suatu hukum (hikmatul tasyri) seperti contohnya hikmah diharamkannya khamr secara perlahan lahan[27].
·             Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci al-Qur’an
·             Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiyah
·            Pemanfaatan terhadap gaya bahasa al-qur’an dalam mengajak kepada jalan Allah swt. Sebab (gaya bahasa al-qur’an) merupakan suatu gaya bahasa yang keras (sekaligus juga), lembut, rinci (maupun) global, memberikan optimisme kepada kebahagiaan/kebaikan, mengancam, menganjurkan, memberi peringatan, ringkas, penuh kekayaan bahasa, sesuai dengan kondisi lawan bicara.
·            Menjelaskan tugas dan perhatian kaum muslimin terhadap Al-Qur’an, sehingga mereka merasa belum cukup jika hanya pada dataran menghafal teks Al-Qur’an. Bahkan mereka mengikuti tuntutan tempat turunnya ayat, mencari pengetahuan tentang yang turun sebelum dan sesudah hijrah, yang turun pada malam dan siang hari, pada musim dingin dan musim panas, dan mereka diikuti oleh orang yang mempelajari dan ilmu-ilmunya[28]
·            Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat al-Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode mekkah maupun pada periode madinah, Sejak permulaan Turun wahyu hinggل ayat terakhir diturunkan. Qur’an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah. Peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur’an, dan Qur’an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.

BAB III
KESIMPULAN
Ø  Para ulama berbeda pendapat tentang makkiyah dan madaniyyah, dan dalam hal ini terbagi atas tiga pendapat :
1.      Pendapat paling mashur, surah makkiyah yaitu wahyu yang turun sebelum nabi Muhammad saw hijrah, sedangkan surah madaniyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah nabi Muhammad saw
2.      Makkiyah yaitu wahyu yang turun di makkah al mukarromah walaupun setelah hijrah, sedangkan madaniyyah yaitu  wahyu yang turun di madinah al-munawaroh.
3.      Makkiyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk makkah al mukaromah, sedangkan madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk madinah al- munawwaroh
Ø  Ada beberapa ciri khas yang bersifat qath’I ( analogi ) bagi surat Makkiyah dan Madaniyah
Ø  Ada beberapa ciri khas yang bersifat Aghlabi ( tematis ) bagi surat Makkiyah dan Madaniyah
Ø  Dalam mendefinisikan atau memberikan kriteria bagian mana yang termasuk Makkiyah dan Madaniyah itu, ada beberapa teori yang berbeda-beda karena perbedaan orientasi yang menjadi dasar tujuan masing-masing, sedikitnya ada empat teori dalam menentukan kriteria untuk memisahkan mana bagian Al-Qur’an yang termasuk Makki (ayat makiyah) dan Madani (ayat madaniyah)
Ø  Manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
a.       Membantu dalam menafsirkan All-Qur’an
b.      Pedoman Bagi langkah-langkah dakwah
c.       Memberi informasi tentang sirah kenabian
d.      Dan masih banyak lagi yang lainnya




BAB IV
PENUTUP
Alhamdulillah, lantunan kalimat syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T. yang Maha Agung yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang singkat ini.
Kepada para pembaca semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kita kelak.
Akhirnya, dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, selesailah penulisan       makalah ini, semoga oleh Allah SWT dicatat sebagai amal kebajikan untuk kemudian dapat menjadi bekal kami di Akhirat kelak.
Namun kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan kedepan. Semoga kita senantiasa  mendapat lindungan Allah SWT. Amien



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012.
Syaikh Sayyid Alawi Bin Sayyid Abbas Al-Maliki, Faidzul Khabir Waholasotu At-taqrin,
Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 63-64;Al-Zarkasyi, op. Cit,
Sam’ani Sya’roni, Tafkirah Ulumul Al-Qur’an ( Tanpa Kota : Alghotasi Putra, 2010)
Kahar Masyhur, pokok-pokok Ulumul Qur’an ( Jakarta: Rieneka Cipta, 1992),
(Moh. Abdul Adzim, 2002: 205)
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an ( Yogyakarta : Titian ilahi, 1996 ),
http://alfablackid.blogspot.com/2012/04/perbedaan-ayat-makiyah-dan-madaniyah.html
http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsirul-quran-fi-suratul-makkiyah-wa.html
http://kanzulaminuddin.blogspot.com/2012/01/makalah-makkiyah-dan-madaniyah.html
http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsirul-quran-fi-suratul-makkiyah-wa.html
http://defaultride.wordpress.com/2010/11/04/makki-dan-madani/



[1] Syaikh Sayyid Alawi Bin Sayyid Abbas Al-Maliki, Faidzul Khabir Waholasotu At-taqrin,
[2] http://alfablackid.blogspot.com/2012/04/perbedaan-ayat-makiyah-dan-madaniyah.html
[3] http://myislamagamaku.blogspot.com/2012/04/makkiyah-dan-madaniyyah.html
[4]http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsirul-quran-fi-suratul-makkiyah-wa.html
[5]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012. Hlm. 106
[6]http://kanzulaminuddin.blogspot.com/2012/01/makalah-makkiyah-dan-madaniyah.html
[8]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012. Hlm. 106
[9]http://kanzulaminuddin.blogspot.com/2012/01/makalah-makkiyah-dan-madaniyah.html

[10]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012. Hlm. 107
[12]Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 63-64;Al-Zarkasyi, op. Cit, hlm. 188
[13]Sam’ani Sya’roni, Tafkirah Ulumul Al-Qur’an ( Tanpa Kota : Alghotasi Putra, 2010), Hal. 67
[15]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012. Hlm. 108
[16] Ibid hlm. 105
[17] Ibid hlm. 105
[18] http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsirul-quran-fi-suratul-makkiyah-wa.html
[19] Kahar Masyhur, pokok-pokok Ulumul Qur’an ( Jakarta: Rieneka Cipta, 1992), Hal.72
[20] Ayat-ayat Madaniah dalam surah Makiah misalnya surah Al An’am. Ibn Abbas berkata: “Surah ini diturunkan sekaligus di makkah, maka ia Makkiah kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, yaitu ayat: Katakanlah: Marilah aku bacakan…” sampai dengan ketiga ayat itu selesai (Al-An’am [6]: 151-153).  Dan surah Al Hajj adalah Makiah kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, dari awal firman Allah: “Inilah dua golongan yang bertengkar mengenai Tuhan mereka…” (Al-Hajj [22]: 19-21).”
[21] Ayat-ayat Makiah dalam surah Madaniah misalnya Surah Madaniah Al Anfal yang dikecualikan pada ayat ”Dan (ingatlah) ketika orang kafir membuat maker terhadapmu…” (Al-Anfal [8]: 30) kedalam ayat Makkiah
[22] Seperti surah Al Hujrat [49]: 13 “Wahai manusia, kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan…” ayat ini diturunkan di makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya madinah karena diturunkan setelah hijrah, dan seruannya pun bersifat umum.
[23] Contohnya surah Al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat turunnya, tetapi seruannya ditujukan kepada orang musyrik penduduk makkah. Juga seperti permulaan surah Al-Bara’ah yang diturunkan di madinah tetapi seruannya ditujukan kepada orang-orang musyrik penduduk Makkah.
http://defaultride.wordpress.com/2010/11/04/makki-dan-madani/
[25] Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag. Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2012. Hlm. 115-116
[26] http://mahasiswashabran.blogspot.com/2012/05/makkiyah-dan-madaniyah.html
[27] http://defaultride.wordpress.com/2010/11/04/makki-dan-madani/
[28] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an ( Yogyakarta : Titian ilahi, 1996 ), hal

1 komentar:

Vibrasayekty96 mengatakan...

Alhamdulillah bermanfaat :)

Posting Komentar