PEMIKIRAN TEOLOGI KHAWARIJ DAN MURJIAH
BAB
1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Kita sudah mengetahui apa yang terjadi ketika peperangan Shiffin antara
Sayidina ‘Ali dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pihak Mu’awiyah hampir kalah
lalu mereka mengangkat Mushaf pada ujung tombak dan menyerukan pemberhentian
peperangan dengan bertahkim. Akibat dari itu golongan ‘Ali terpecah menjadi dua
golongan yaitu golongan yang setuju dengan tahkim dan golongan yang tidak
setuju dengan tahkim. Mereka yang tidak setuju dengan tahkim berpendapat bahwa
persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Mereka memandang ‘Ali bin Abi Thalib telah
berbuat salah ssehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah islam,
mereka terkenal dengan nama Khawarij.
Kemudian selain Khawarij, umat islam juga
mengenal aliran Murji’ah. Aliran Murji’ah ini merupakan golongan
yang tak sepaham dengan kelompok Khawarij dan Syi’ah. Pengertian Murji’ah
sendiri adalah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di
pengadilan Allah SWT, sehingga seorang muslim sekalipun berdosa besar dalam
kelompok ini tetap diakui sebagai muslim dan mempunyai harapan untuk bertobat.
Dari uraian diatas, penulis ingin membahas
tentang pemikiran teologi Khawarij dan Murji’ah, semoga pembahasan
ini bisa menjadi tambahan ilmu serta bisa kita ambil hikmah yang terkandung di
dalamnya. Amien……
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
sejarah munculnya Khawarij dan Murji’ah?
2.
Siapa
sajakah tokoh-tokoh Khawarij dan Murji’ah?
3.
Bagaimanakah
pemikiran teologi Khawarij dan Murji’ah?
3.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui sejarah munculnya Khawarij dan Murji’ah
2.
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh Khawarij dan Murji’ah
3.
Untuk
mengetahui pemikiran teologi Khawarij dan Murji’ah
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Munculnya Khawarij Dan Murji’ah
1.
Sejarah
Munculnya Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak[1].
Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan
telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa Khulafaur Rasyidin,
atau pada masa tabi’in secara baik-baik[2].
Berdasarkan pengertian etimologi ini, khawarij berarti setiap muslim
yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam[3].
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu
kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37/648 M dengan
kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan khalifah[4].
Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan
pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang
telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang
salah karena memberontak khalifah yang sah.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan
damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun,
karena desakan pengikutnya seperti
Al-asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husein ath-Tha’I
dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukanya) untuk
menghentikan peperangan[5].
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah
bin Abbas sebagai delegasi juru damainya, tetapi orang-orang khawarij
menolaknya. Mereka beranggapan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok
Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari
dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.Keputusan
tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya
dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan kaum
khawarij sehingga mereka membelot dan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum
kepada manusia. Tidak ada hukum lain selain hukum yang ada disisi Allah”. Imam
Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru”. Pada
saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju
Hurura. Dengan arahan Abdullah al-Kiwa mereka smpai di Harura. Di Harura,
kelompok khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga Ali.
Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi[6].
2.
Sejarah
Munculnya Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang
bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan.Kata arja’a mengandung pula
arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.Selain itu, arja’a berarti pula
meletakan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal
dari iman.Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak[7].
Aliran
Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam
upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana
hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena
hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang
mukmin yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
Ada beberapa teori yang berkembang
mengenai asal-usul Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja
atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin
persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga
bertujuan untuk menghindari sekretarianisme (terikat pada satu aliran saja),
baik sebagai kelompok politik maupun teologis.
Awal mula
timbulnya Murji’ah adalah sebagai akibat dari gejolak dan ketegangan
pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang kemudian mengarah
ke bidang teologi. Pertentangan politik ini terjadi sejak meninggalnya Khalifah
Usman yang berlanjut sepanjang masa Khalifah Ali dengan puncak ketegangannya
terjadi pada waktu perang Jamal dan perang Shiffin. Setelah terbunuhnya
Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi menjadi dua golongan yaitu
kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali lalu terpecah menjadi dua yaitu Syi’ah
dan Khawarij.
Setelah
wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah (661M). Kaum Khawarij
dan Syi’ah yang saling bermusuhan, mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani
Umayyah itu. Syi’ah menganggap bahwa Muawiyyah telah merampas kekuasaan dari
tangan Ali dan keturunannya. Sementara itu, Khawarij tidak mendukung Muawiyyah
karena ia dinilai telah menyimpang dari ajaran islam. Di antara ketiga golongan
itu terjadi saling mengkafirkan.
Dalam suasana
pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murji’ah yang ingin bersikap
netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara
golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-sahabat yang bertentangan
itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa
yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini
ke hari perhitungan di hadapan Tuhan.
Dari persoalan
politik mereka tidak dapat melepaskan diri dari persoalan teologis yang muncul
di zamannya. Waktu itu terjadi perdebatan mengenai hukum orang yang berdosa
besar. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum Khawarij mau tidak mau
menjadi bahan perhatian dan pembahasan bagi mereka. Terhadap orang yang berbuat
dosa besar, kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir sedangkan kaum Murji’ah
menjatuhkan hukum mukmin. Argumentasi yang mereka ajukan dalam hal ini bahwa
orang islam yang berdosa besar itu tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul-nya. Dengan kata lain, orang yang
mengucapkan kedua kalimat syahadat menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena
itu, orang berdosa besar menurut pendapat golongan ini tetap mukmin dan bukan
kafir[8].
B.
Tokoh-tokoh Khawarij Dan Murji’ah
1.
Tokoh-tokoh
Khawarij
Diantara
beberapa tokoh-tokoh aliran Khawarij yang terpenting adalah :
·
Abdullah
bin Wahab al-Rasyidi (pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura,
pimpinan Khawarij pertama)
·
Urwah
bin Hudair
·
Mustarid
bin sa’ad
·
Hausarah
al-Asadi
·
Quraib
bin Maruah
·
Nafi’
bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
·
Abdullah
bin Basyir
·
Zubair
bin Ali
·
Qathari
bin Fujaah
·
Abd
al-Rabih
·
Abd
al Karim bin ajrad
·
Zaid
bin Asfar
·
Abdullah
bin ibad[9]
2.
Tokoh-tokoh
Murji’ah
Pemimpin utama
Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzi, Abu Sallat al samman, Dirrar bin Umar.
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan pengikut
Murji’ah sehingga aliran ini terpecah menjadi beberapa sekte. Tokoh Murjia’ah
Moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa
bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari Tuhan
masih ada. Tokoh Murji’ah eksterm adalah Jahaf bin Shafwan. Berpendapat,
sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukumkan
kafir[10].
C.
Pemikiran Teologi Khawarij Dan Murji’ah
1.
Pemikiran
Teologi Khawarij
Di antara doktrin-doktrin pokok Khawarij sebagai berikut:
·
Khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
· Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian
setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
·
Setelah
dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syari’at Islam, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman[11].
·
Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sah, tetapi setelah tahun
ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng,.
·
Khalifah
Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng.
·
Mu'awiyah
dan Amr bin al-Ash serta Abu Musa al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan
telah menjadi kafir[12].
·
Pasukan
perang Jamal yang melawan Ali juga kafir .
·
Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula[13].
·
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh),
sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (negara
Islam)[14].
·
Seorang
harus menghindari dari pimpinan yang menyeleweng.
·
Adanya
wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat
harus masuk ke dalam neraka).
·
Amar
ma'ruf nahi munkar.
·
Memalingkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar)
·
Al-Qur’an
adalah makhluk[15].
·
Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan[16].
Bila dianalisis
secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dikategorikan
dalam tiga kategori: politik, teologi dan sosial. Dari poin a sampai dengan g
dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala negara
(khilafah).
Khawarij dapat
dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik juga ternyata merupakan
doktrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reaksi terhadap keberadaan
Mu'awiyah yang secara teoritis tidak pantas mempimpin negara, karena ia seorang
tulaqa[17].
Mereka menolak
untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuhnya
adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengesahkannya menjadi khalifah.
Dikumandangkanlah sikap bergerilya untuk membunuh mereka. Dibuat pulalah
doktrin teologi tentang dosa besar sebagaimana tertera pada poin h dan k.
Akibat doktrinnya yang menentang pemerintah, Khawarij harus menanggung
akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan ditumpas oleh pemerintah. Kemudian
perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagian
besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika utara, dan Arabia
selatan[18].
Adapun
doktrin-doktrin selanjutnya yakni dari poin j sampai o, dapat dikategorikan
sebagai doktrin teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli
kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip
dengan doktrin Mu'tazilah[19].
Khawarij pada
dasarnya merupakan orang-orang baik, hanya saja keberadaan mereka sebagai
kelompok minoritas penganut garis keras yang aspirasinya dikucilkan dan
diabaikan penguasa, ditambah oleh pola pikirnya yang simplistis, telah
menjadikan mereka bersikap ekstrim[20].
2.
Pemikiran
Teologi Murji’ah
Doktrin-doktrin pokok Murji’ah yaitu: Ajaran pokok Murji’ah pada
dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang
diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral
atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah
sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok
bungkam)[21].
Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika
menanggapi persoalan-persoalan yang muncul saat itu. Pada perkembangan
berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga
mencakup iman, kufur, dosa besar, dan ringan (mortal and venial sains), tauhid,
tafsir al-Qur’an, eskatologi, pengampunan dosa besar, kemaksuman Nabi (the
impeccability of the prophet), hukuman atau dosa (punishment of sains), ada
yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of
wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan
(predestination)[22].
Berkaitan dengan
doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut:[23]
a.
Penangguhan
keputusan terhadap Ali dan Mu'awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat
kelak.
b.
Penangguhan
Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c.
Pemberian
harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.
d.
Doktrin-doktrin
Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan
helenis.
Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution
menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:[24]
a. Menunda
hukuman atas Ali, Mu'awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa al-Asy’ari yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan
kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan (pentingnya) iman
daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu
‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:[25]
a.
Iman
adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan
tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini,
seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan prbuatan yang difardhukan
dan melakukan dosa besar.
b.
Dasar
keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik
dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
BAB
3
KESIMPULAN
1.
Khawarij merupakan aliran yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Hal
ini terjadi karena tidak setuju dengan keputusan Ali bin Abi Thalib dalam
menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Atau dapat dikatakan tidak setuju dengan adanya tahkim (arbitrase).
2.
Sedangkan
Murji'ah yaitu golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan
yang terjadi pada kaum Khawarij dan Syi’ah yang sama-sama
menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertentangan inilah timbul suatu
golongan baru yang ingin bersifat netral dalam praktek kafir-mengkafirkan yang
terjadi antara golongan yang bertentangan itu.
3.
Munculnya
aliran-aliran kalam seperti Khawarij dan Murji’ah tidak terlepas
dari permasalahan politik dan teologi.
4.
Aliran-aliran
Khawrij dan Murji’ah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam
sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran As’ariyah
dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’ah.
BAB
4
PENUTUP
Alhamdulillah, lantunan
kalimat syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T. yang Maha Agung yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang singkat
ini.
Kepada para
pembaca semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi pengetahuan yang
bermanfaat bagi kita kelak.
Akhirnya, dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT,
selesailah penulisan makalah ini,
semoga oleh Allah SWT dicatat sebagai amal kebajikan untuk kemudian dapat
menjadi bekal kami di Akhirat kelak.
Namun
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan kedepan.
Semoga kita senantiasa mendapat
lindungan Allah SWT. Amien
DAFTAR
PUSTAKA
Abdu Al-Qahir bin Thahir bin
Muhammad Al-Baghdadi, Al-Farq baina Al-Firaaq, Al-Azhar, Mesir, 1037.
Ibnu Abi Bakar Ahmad
al-Syahratani, al-Milal
wa al-Nihal, Dar
al-Fikr, Libanon, Beirut, tt.
Ali Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh
Al-Firaq Al-Islamiyah wa Nasy’atu Ilmi Al-Kalami ‘Inda Al-Muslimin,
Maktabah wa mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu, Haidan Al-Azhar, Mesir.
cet.II,1958.
Harun Nasution, Teologi Islam:
Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI. Press,cet.1.1985.
Amir-Najjar, Al-Khawarij: Aqidatan wa fikratan wa falsafatan terj. Afif Muhammad dkk., Lentera. Cet
I. Bandung, 1993.
Ibrahim Madzkur, Fi
Al-falsafah Al-Islamiyah, Manhaj wa Tathbiquh, Juz II, Dar Al-Ma’arif, Mesir 1947.
Cyril Glasse, The
concise Encyclopedia of Islam, Staceny
international, London, 1989, Departemen Agama RI, Ensiklopedi islam, 1990.
Ahmad Amin, Fajrul
Islam, jilid I, Islam, Ej. Srill Leiden, 1961.
Harun Nasution, Teologi
Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Univesitas Indonesia, Jakarta, 1978.
Classe,
loc. cit.; Gibb and Kremmers, loc. cit.
Gibb
and Kremmers, op. cit.
W.
Wontgomery Watt, Early Islam: Collected Articles, Eidenburg, 1990.
Al-Bagdadi, op. cit.
Nurcholid
Madjid (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Cet II, Jakarta, 1985.
Abul
A’la Al-Maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, tej. Muhammad Al-Baqir, Mizan,
Bandung,1994.
http://kependidikanislam2010.blogspot.com/2011/06/aliran-murjiah.html
[1]
Abdu
Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al-Baghdadi, Al-Farq baina Al-Firaaq,
Al-Azhar, Mesir, 1037, hlm.75.
[2] Ibnu Abi Bakar Ahmad al-Syahratani, al-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, Libanon, Beirut, tt. Hlm.
114.
[3]
Ali
Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh Al-Firaq Al-Islamiyah wa Nasy’atu Ilmi Al-Kalami
‘Inda Al-Muslimin, Maktabah wa mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu,
Haidan Al-Azhar, Mesir. cet.II,1958,hlm.264
[4]
Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI.
Press,cet.1.1985.hlm.11.
[5]
Amir-Najjar, Al-Khawarij:
Aqidatan wa fikratan wa falsafatan terj. Afif Muhammad dkk., Lentera. Cet
I. Bandung, 1993, hlm. 5.
[6]
Ibrahim Madzkur, Fi
Al-falsafah Al-Islamiyah, Manhaj wa Tathbiquh, Juz II, Dar Al-Ma’arif, Mesir 1947,
hlm. 109.
[7]
Cyril Glasse, The
concise Encyclopedia of Islam, Staceny
international, London, 1989, hlm. 288-9; Departemen Agama RI, Ensiklopedi islam, 1990, hlm. 633-6; Ahmad Amin, Fajrul Islam, jilid I, Islam, Ej. Srill Leiden, 1961, hlm. 412
[8]
Harun Nasution, Teologi
Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Univesitas Indonesia, Jakarta, 1978),
hlm. 23.
[10]
http://kependidikanislam2010.blogspot.com/2011/06/aliran-murjiah.html
[11]
Nasution, op. cit., hlm. 12
[12]
Al-Bagdadi,
op. cit., hlm. 73
[13]
Nurcholid
Madjid (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Cet II, Jakarta, 1985,
hlm. 12.
[14]
Ibid., hlm. 13
[15]
Madzkur, op. cit., hlm. 110
[16]Madjid,
loc. cit.
[17]
Tulaqa adalah bekas kaum musyrikin Mekah yang dinyatakan bebas pada hari
jatuhnya kota itu kepada kaum muslimin. Muhammad Al-Ghazali, Fiqhu As-Sirah,
tej.Abu Laila, Al-Ma’arif,cet.10,t.t. hlm.647
[18]
Lihat
W. Montgomery Watt, Islamic Philosophy and Theology: An Extended Survery, At
Univ Press, Eidenburgh, 1987, hlm. 23; Departemen Agama RI, op. cit., hal. 633.
[19]
Gibb
and J. H. Krammers, loc. cit.
[21] Classe,
loc. cit.; Gibb and Kremmers, loc. cit.
[22]
Gibb and Kremmers, op. cit., hlm. 412.
[23] W.
Wontgomery Watt, Early Islam: Collected Articles, Eidenburg, 1990, hlm. 181.
[24]
Nasution, Teologi Islam, op. cit., hlm. 22-3.
[25]
Abul A’la Al-Maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, tej. Muhammad Al-Baqir, Mizan,
Bandung,1994, hlm.79-80.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
How to find the best casinos in Arizona
Looking for the best casinos in 이천 출장마사지 Arizona? We compiled a list of the most 서귀포 출장샵 popular and 영주 출장샵 convenient casino apps in Arizona. You 창원 출장안마 can 전라남도 출장샵 get up to 25% off
Posting Komentar